Kamis, 16 Januari 2014

SERTIFIKAT TANAH ATAU SERTIPIKAT TANAH?



SERTIFIKAT TANAH ATAU SERTIPIKAT TANAH?
®Oleh Viswandro (FH Unmul, Samarinda)®
Sebagai seorang hukum, seyogianya patuh pada kaidah. Sebab apa gunanya membahas-bahas norma, kaidah, hukum, dan lain sebagainya jika diri seorang hukum itu sendiri tidak patuh pada kaidah yang berlaku, dalam hal ini kaidah kata (bahasa). Sebab kita tahu, modal seorang hukum adalah kata (bahasa), tanpa bahasa tidak mungkin ada hukum.
Sebagaimana kita tahu, bahasa hukum yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia, maka bahasa hukum itu pun harus patuh pada kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini termasuk kebakuan suatu kata, untuk mengetahui kebakuan suatu kata dapat dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jika di dalamnya ada dan didefinisikan kata yang dimaksud, itu berarti kata tersebut baku.
Baiklah, untuk menghemat ruang sebaiknya kita masuk dalam pembahsan. Sebagaimana judul di atas, sertifikat tanah atau sertipikat tanah? Dalam hal ini tidak jarang ada perdebatan sengit, baik antarmahasiswa hukum ataupun antara mahasiswa hukum dengan dosennya, untuk mengetahuinya dapat kita lihat pembahasan berikut.
Prof. Boedi Harsono menggunakan istilah sertifikat, yang didefinisikan sebagai berikut: Sertifikat adalah  surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.[1] Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Demikian pula Prof. Dr. A.P. Parlindungan, S.H. menggunakan istilah sertifikat.[2]
Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.[3]
Kata sertipikat (atas tanah) ada ketika dibuat oleh pembuat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, tepatnya pada Pasal 4, Pasal 31, Pasal 32, kemudian diteruskan dalam Pasal 69 ayat (1) dan (2), Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72 ayat (4), Pasal 137, Pasal 138 ayat (1), (4), (5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun menurut KBBI, Sertifikat(n) adalah tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian. Sertifikat tanah adalah surat bukti pemilikan tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.[4]
Di atas telah tampak ada ketidaktahuan pembuat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 akan kebakuan kata, dapat dilihat penggunaan istilah sertipikat, hal ini bisa jadi karena orang-orang dahulu masih terpengaruh dengan Belanda (Kebelanda-belandaan), seperti penggunaan kata kongkrit/konkrit, yang mana bakunya konkret, demikian juga yang seharusnya analisis menjadi analisa. Dan keadaan itu merupakan kesalahan yang diteruskan (PP ke PMNA) sebagai hasil dari demokrasi kita. Makanya penulis berpesan, pilihlah kandidat legislatif anda yang kredibel, intelek, dan berwawasan. Jangan pula hanya lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) dipilih jadi legislator, tentu hasilnya pun kebodohan.
Sehingga pembaca telah tahu perbedaannya, jika mau menggunakan yang baku, gunakanlah istilah ‘sertifikat tanah.’ Demikian pula sebaliknya, jika ingin menggunakan yang tidak baku, gunakan istilah ‘sertipikat tanah.’

SEMOGA BERMANFAAT, BRAVO ET VIVA JURIS!



[1] Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Penerbit Djambatan, hlm. 472
[2] A.P. Parlindungan, 2008, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: CV Mandar Maju, hlm 127, 129, 131,dst
[3] Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
[4] KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua)

2 komentar: