SERTIFIKAT
TANAH ATAU SERTIPIKAT TANAH?
®Oleh
Viswandro (FH Unmul, Samarinda)®
Sebagai
seorang hukum, seyogianya patuh pada kaidah. Sebab apa gunanya membahas-bahas
norma, kaidah, hukum, dan lain sebagainya jika diri seorang hukum itu sendiri
tidak patuh pada kaidah yang berlaku, dalam hal ini kaidah kata (bahasa). Sebab
kita tahu, modal seorang hukum adalah kata (bahasa), tanpa bahasa tidak mungkin
ada hukum.
Sebagaimana
kita tahu, bahasa hukum yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia,
maka bahasa hukum itu pun harus patuh pada kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal
ini termasuk kebakuan suatu kata, untuk mengetahui kebakuan suatu kata dapat
dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jika di dalamnya ada dan
didefinisikan kata yang dimaksud, itu berarti kata tersebut baku.
Baiklah, untuk
menghemat ruang sebaiknya kita masuk dalam pembahsan. Sebagaimana judul di
atas, sertifikat tanah atau sertipikat tanah? Dalam hal ini tidak jarang ada
perdebatan sengit, baik antarmahasiswa hukum ataupun antara mahasiswa hukum
dengan dosennya, untuk mengetahuinya dapat kita lihat pembahasan berikut.
Prof. Boedi
Harsono menggunakan istilah sertifikat, yang didefinisikan sebagai berikut: Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, Hak Pengelolaan,
tanah wakaf, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan, yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.[1] Sedangkan buku tanah adalah dokumen
dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek
pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Demikian pula Prof. Dr. A.P.
Parlindungan, S.H. menggunakan istilah sertifikat.[2]
Sertipikat
adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c
UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan.[3]
Kata
sertipikat (atas tanah) ada ketika dibuat oleh pembuat Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, tepatnya pada
Pasal 4, Pasal 31, Pasal 32, kemudian diteruskan dalam Pasal 69 ayat (1) dan
(2), Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72 ayat (4), Pasal 137, Pasal 138 ayat (1), (4),
(5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun menurut
KBBI, Sertifikat(n) adalah
tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang
berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian.
Sertifikat tanah adalah surat bukti pemilikan tanah yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang.[4]
Di atas telah
tampak ada ketidaktahuan pembuat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 akan
kebakuan kata, dapat dilihat penggunaan istilah sertipikat, hal ini bisa jadi
karena orang-orang dahulu masih terpengaruh dengan Belanda
(Kebelanda-belandaan), seperti penggunaan kata kongkrit/konkrit, yang mana
bakunya konkret, demikian juga yang seharusnya analisis menjadi analisa. Dan
keadaan itu merupakan kesalahan yang diteruskan (PP ke PMNA) sebagai hasil dari
demokrasi kita. Makanya penulis berpesan, pilihlah kandidat legislatif anda
yang kredibel, intelek, dan berwawasan. Jangan pula hanya lulusan SMA (Sekolah
Menengah Atas) dipilih jadi legislator, tentu hasilnya pun kebodohan.
Sehingga
pembaca telah tahu perbedaannya, jika mau menggunakan yang baku, gunakanlah
istilah ‘sertifikat tanah.’ Demikian pula sebaliknya, jika ingin menggunakan
yang tidak baku, gunakan istilah ‘sertipikat tanah.’
SEMOGA
BERMANFAAT, BRAVO ET VIVA JURIS!
[1] Boedi
Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia,
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta:
Penerbit Djambatan, hlm. 472
[2] A.P.
Parlindungan, 2008, Komentar Atas
Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: CV Mandar Maju, hlm 127, 129, 131,dst
[3] Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah
[4] KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua)
trimakasih infonya sbg pencerahan
BalasHapusMakasih infonya
BalasHapus